Friday 13 June 2014

LTE untuk Indonesia


1.       Pengantar
LTE (Long Term Evolution ) atau dikenal sebagai 4G LTE merupakan standard sitem komunikasi nirkabel yang di kembangkan oleh 3GPP (3rd Generation Partnership Project; sumber: http://www.3gpp.org/technologies/keywords-acronyms/98-lte). Teknologi yang digunakan LTE tak lain dari GSM/EDGE dan UMTS/HSPA.  Sebagian besar negara sudah memulai penggunaan LTE (warna merah),  beberapa negara sudah memulai trial penggunaan LTE (warna biru muda), dan beberapa negara sudah memulai perencanaan dan persiapan untuk jaringan LTE (warna biru tua). Indonesia termasuk dalam grup negara yang sedang dalam proses perencanaan dan pengembangan jaringan LTE.
Gambar _1.1 (Courtesy of Wikipedia taken by the author in 2014)

2.       Apa yang menarik dari LTE?
Penggunaan teknologi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) memungkinkan pengguna yang lebih banyak dan penggunaan spektrum frekuensi lebih efisien (sumber: http://flexible-radio.org/sites/default/files/media/1/tutorial_ofdmtutorial.pdf). Jaringan LTE memungkin kan pengguna menerima signal dari beberapa Base Station (BS) sehinggi mampu meningkatkan qualitas dan kapasitas jaringan yang di pakai pengguna. Arsitektur jaringan LTE juga lebih sederhana dibandingkan jaringan 2G dan 3G sehingga proses data lebih cepat. Dan yang paling menarik untuk Indonesia adalah pertama, teknologi LTE memungkin penggunaan lebar pita frekuensi karier yang fleksibel. Lebar pita frekuensi yang didukung dalam teknologi ini adalah 1.4, 3, 5, 10 , 15 dan 20 MHz. Kedua, tekonologi LTE memungkinkan penggunaan jaringan yang lebih kecil atau yang dikenal sebagai Pico cell.
2.1.   Lebar pita frekuensi karier yang fleksibel.
Frekuensi di indonesia yang cukup ramai dengan lebar pita frekuensi berkisar 3 hingga 20 MHz memungkinkan ada nya frekuensi ‚sisa‘ yang mungkin bisa digunakan. Dalam hal ini lebar pita 1.4 MHz pada teknologi LTE sangat membantu dalam peningkatan efisiensi spektrum. Efisiensi spektrum tidak hanya pada penggunaan lebar pita frekuensi yang lebih kecil saja namun dari sisi user equiptment (baca: telepon genggam) juga adanya fitur Carrier Aggregation (CA; sumber: http://www.3gpp.org/technologies/keywords-acronyms/101-carrier-aggregation-explained) pada teknologi LTE yang lebih lanjut. Fitur CA ini memungkinkan adanya penggabungan beberapa lebar pita frekeunsi yang bertujuan meningkatan data rate. Perusahaan Intel sedang mengembangkan RF-chip yang mampu mendukung CA (sumber: http://electronics360.globalspec.com/article/3736/intel-launches-lte-modem-with-samsung-design-win).
2.2.  Pico cell
Pico cell sebenarnya adalah ruang jangkau signal LTE yang lebih kecil. Dengan adanya Pico cell dalam jaringan LTE memungkinkan peningkatan efisiensi yang lebih tinggi lagi dari segi energi, lokasi dan penggunaan frekuensi karier. Pico cell menggunakan daya yang rendah karena hanya mencakup ruang jangkau yang kecil misalnya ruang lingkup kantor (dalam ruangan) hingga kampus.  Pengaturan jangkauan signal LTE tak lepas dari daya NodeBnya (baca: sumber signal). Dalam teknologi LTE yang lebih lanjut bahkan mampu mengefisienkan throughput (baca: total data yang di akses pengguna) pada suatu cell. NodeB sebuah cell yang sudah mencapai throughput maksimum mampu memberi info ke NodeB pada cell lain yang berdekatan dan memiliki throughput yang lebih rendah untuk meningkatkan jangkauan, dengan beberapa cara misalnya: meningkatkan daya atau mengubah sudut pancar antena nodeB, sehingga mampu menjangkau pengguna lainnya sehingga tercapai throughput yang merata.
Lokasi pico cell juga dapat diatur sesuai dengan penggunaan frekuensinya sehingga sebuah frekuensi karier dapat di digunakan secara bersamaan pada beberapa pico cell pada jarak tertentu (sumber: http://www.fujitsu.com/downloads/TEL/fnc/whitepapers/High-Capacity-Indoor-Wireless.pdf).
3.       Perencanaan Arsitektur Jaringan LTE untuk negara kepulauan Indonesia
Arsitektur Jaringan LTE pada umumnya dapat di gambarkan sebagai berikut:
Negara Indonesia terpisahkan oleh luasnya lautan yang cukup sulit dijangkau bila hanya mengandalkan kabel optik. Salah satu dari banyak solusi adalah penggunaan Satelit sebagai pengganti kabel optik. Satelit sebagai perantara dapat menjadi alternatif koneksi antar eNodeB.  
Gambar _3.1 (Courtesy of EAS ITA taken by the author in 2014; http://telecom.esa.int/telecom/www/object/index.cfm?fobjectid=31572)



4.       LTE untuk Indonesia

Dibandingkan dengan teknologi sebelumnya GSM/EDGE dan UMTS/HSPA, LTE jauh lebih efisien dan lebih hemat biaya.  Untuk Indonesia, LTE tidak hanya serta merta data rate yang cepat dan pita frekuensi yang lebar (bayangkan bilang ada 2 pita frekeunsi sebesar 20MHz dengan CA bisa digabungkan menjadi 40 MHz atau bahkan lebih). Namun juga beberapa fitur yang juga mampu menjadi solusi atas buruknya sistem komunikasi di Indonesia karena keterbatasan koneksi yang hanya menggunakan kabel optik sebagai backhaul jaringan. Beberapa multimedia juga dapat melebur dalam jaringan LTE seperti pay TV dan layanan internet.